Sistem Endokrin


MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIABETES INSIPIDUS



 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2012-2013



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Makalah dan Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Diabetes Insipidus tepat pada waktunya.
            Penulisan makalah ini juga merupakan penugasan dari mata kuliah system endokrin. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dalam pembuatan makalah ini dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dan membantu dalam pembuatan makalah ini, serta rekan-rekan lain yang membantu pembuatan makalah ini.
            Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna memberikan sifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna mengingat penulis masih tahap belajar dan oleh karna itu mohon maaf apabila masih banyak kesalahan dan kekurangan di dalam penulisan makalah ini.


Depok, 27 Februari 2013


                                                                                                         
BAB I
PENDAHULUAN
1.      LATAR BELAKANG
Sistem endokrin dalam kaitanya dengan system syaraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua system ini bersama-sama bekarja untuk mempertahankan homeostatis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural) jika keduanya dihancurkan atau di ikat, maka fungsi dari kedua ginjal ini sebagian diambil alih oleh system syaraf.
Terdapat 2 tipe kelenjar yaitu eksokrin dan endokrin. Kelenjar eksokrin melapaskan sekresinya kedalam duktus pada permukaan tubuh, seperti kulit atau organ internal, seperti lapisan traktus intestinal. Kelenjar endokrin termasuk hepar, pancreas(kelenjar eksokrin dan endokrin), payudara kelenjar lakrimalis untuk air mata. Sbaliknya kelenjar endokrin langsung melepaskan ekskresi langsung kedalam darah.
Kelenjar endokrin termasuk :
·         pulau lagerhans pada pancreas
·         gonad (ovarium dan testis)
·         kelenjar adrenal, hipofise,tiroid dan paratiroid serta timus.
Infusiensi hipofise menyebabkan hipofungsi organ sekunder. Hipofungsi hipofise jarang terjadi, namun dapat saja terjadi dalam setiap kelompok usia. Kondisi ini dapat mengenai semua sel hipofise(panhipopituitarisme) atau hanya sel-sel tertentu, terbatas pada suatu subset sel-sel hipofise anterior(mis.: hipogonadisme sekunder terhadap defisiensi sel-sel gonadotropik) atau sel-sel hipofise posterior (mis,: diabetes insipidus).
           

2.      TUJUAN
Tujuan umum :
Tujuan dalam pembuatan makalah ini secara umum adalah untuk membantu mahasiswa dalam mempelajari tentang diabetes insipidus dan asuhan keperawatan Diabetes Insipidus.
Tujuan khusus :
1.      Mengetahui pengertian dari Diabetes Insipidus
2.      Menngetahui penyebab dari Diabetes Insipidus
3.      Mengetahui tanda dan gejala dari Diabetes Insipidus
4.      Mengetahui klasifikasi dari Diabetes Insipidus
5.      Mengetahui komplikasi dari Diabetes Insipidus
6.      Mengetahui pemeriksaan penunjang dari Diabetes Insipidus
7.      Mengetahui penatalaksanaan medis dari Diabetes Insipidus
8.      Mempelajari asuhan keperawatan Diabetes Insipidus

3.      RUMUSAN MASALAH
1)      Apa pengertian Diabetes Insipidus?
2)      Apa saja penyebab Diabetes Insipidus?
3)      Apa saja tanda dan gejala yang timbul pada pasien Diabetes Insipidus?
4)      Apa saja komplikasi dari Diabetes Insipidus?
5)      Apa saja penatalaksanaan medis dari Diabetes Insipidus?
6)      Apa saja pemeriksaan penunjang dari Diabetes Insipidus?
7)      Bagaimana proses perjalanan penyakit Diabetes Insipidus?
8)      Dan bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Diabetes Insipidus?



BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES INSIPIDUS

       I.            ANATOMI FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN
Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang mengirim hasil sekresinya langsung ke dalam darah yang beredar dalam jaringan dan menyekresi zat kimia yang disebut hormon. Hormon adalah zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu kelenjar atau organ yang mempengaruhi kegiatan di dalam sel.
Adapun fungsi kelenjar endokrin adalah sebagai berikut :
·         Menghasilkan hormon yang dialirkan kedalam darah yang yang diperlukan oleh jaringan tubuh tertentu.
·         Mengontrol aktivitas kelenjar tubuh
·         Merangsang aktivitas kelenjar tubuh
·         Merangsang pertumbuhan jaringan
·         Mengatur metabolisme, oksidasi, meningkatkan absorbsi glukosa pada usus halus
·         Memengaruhi metabolisme lemak, protein, hidrat arang, vitamin, mineral, dan air.

KELENJAR ENDOKRIN DAN HORMON YANG DIHASILKAN :
Hipofisa merupakan sebuah kelenjar sebesar kacang polong, yang terletak di dalam struktur bertulang (sela tursika) di dasar otak. Hipofisis mengendalikan fungsi dari sebagian besar kelenjar endokrin lainnya, sehingga disebut kelenjar pemimpin, atau master of gland. kelenjar hipofisis terdiri dari dua lobus, yaitu lobus anterior dan lobus posterior.
a)      Kelenjar hipofisis ( lobus anterior ) :
·         Hormon pertumbuhan ( somatotropin )
Mengendalikan pertumbuhan tubuh (tulang, otot, dan organ-organ lain).
·         Thyroid-stimulatin hormon ( TSH )
Mengendalikan pertumbuhan dan aktivitas sekretorik kelejar tiroid.

·         Adrenokortikotropin ( ACTH )
Mengendalikan kelenjar suprarenal dalam menghasilkan kortisol yang berasal dari kortex suprarenal
·         Follicle-stimulating hormon ( FSH )
Pada ovarium berguna untuk merangsang perkembangan folikel dan sekresi esterogen. Pada testis, homon ini berguna untuk merangasang pertumbhan tubulus seminiferus, dan spermatogenesis
·         Luteinizing hormon ( LH )
Pada ovarium, untuk ovulasi, pembentukan korpus luteum, menebalkan dinding rahim dan sekresi progesteron. Dan pada testis, untuk sekresi testoteron
·          Prolactin
Untuk sekresi mamae dan mempertahankan korpus luteum selama hamil.

b.      Kelenjar hipofisis ( lobus posterior ):
·         Antidiuretik ( vasopresin )
Mengatur jumlah air yang melalui ginjal, reabsorbsi air, dan mengendalikan tekanan darah pada arteriole
·         Oksitosin
Mengatur kontraksi uterus sewaktu melahirkan bayi dan pengeluaran air sususewaktu menyusui

c.       Kelenjar tiroid :
Tiroid merupakan kelenjar kecil, dengan diameter sekitar 5 cm dan terletak di leher, tepat dibawah jakun. Dalam keadaan normal, kelenjar tiroid tidak terlihat dan hampir tidak teraba, tetapi bila membesar, dokter dapat merabanya dengan mudah dan suatu benjolan bisa tampak dibawah atau di samping jakun. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid, yang mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh.
Hormon tiroid mempengaruhi kecepatan metabolisme tubuh melalui 2 cara
·         Merangsang hampir setiap jaringan tubuh untuk menghasilkan protein.
·         Meningkatkan jumlah oksigen yang digunakan oleh sel.
Atas pengaruh hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis lobus anterior, kelenjar tiroid dapat memproduksi hormon tiroksin. Adapun fungsi dari hormon tiroksin adalah mengatur pertukaran zat metabolisme tubuh dan mengatur pertumbuhan jasmani dan rohani.
Fungsi kelenjar tiroid sendiri adlah sebagai berikut :
·         Bekerja sebagai perangsang proses oksidasi
·         Mengatur penggunaan oksidasi
·          Mengatur pengeluara karbon dioksida
·         Metabolik dalam hati pengaturan susunan kimia dalam jaringan
·         Pada anak mempengaruhi fisik dan mental
Hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid
·         Tri-iodo-tironin(T3) dan Tiroksin (T4), berguna untuk merangsang metabolisme zat, katabolisme protein, dan lemak. Juga meningkatkan produksi panas merangsang sekresi hormon pertumbuhan, dan mempengaruhi perkembangan sel-sel saraf dan mental pada balita dan janin. Kedua hormon ini biasa disebut dangan satu nama,yaitu hormon tiroid.
·         Kalsitonin : menurunkan kadar kalsium plasma, denagn meningkatkan jumlah penumpukan kalsium pada tulang.

d.      Kelenjar paratiroid :
Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di kutub inferiornya.
PTH bekerja langsung pada tulang untuk meningkatkan resorpsi tulang dan memobilisasi Ca2+. Selain meningkatkan Ca2+ plasma dan menurunkan fosfat plasma, PTH meningkatkan ekskresi fosfat dalam urin. Efek fosfaturik ini disebabkan oleh penurunan reabsorpsi fosfat di tubulus proksimal. PTH juga meningkatkan reabsorpsi Ca2+ di tubulus distal, walaupun ekskresi Ca2+ biasanya meningkat pada hiperparatiroidisme karena terjadi peningkatan jumlah yang difiltrasi yang melebihi efek reabsorpsi. PTH juga meningkatkan pembentukan 1,25 dihidroksikolekalsiferol, metabolit vitamin D yang secara fisiologis aktif.  Hormon ini meningkatkan absorpsi Ca2+ dari usus, tetapi efek ini tampaknya disebabkan hanya akibat stimulasi pembentukan 1,25 dihidroksikolekalsiferol.
Fungsi kelenjar paratiroid :
·         Memelihara konsentrasi ion kalsium yang tetap dalam plasma
·         Mengontrol ekskresi kalsium dan fosfat melalui ginjal
·         Mempercepat absorbsi kalsium di intestine
·         Kalsium berkurang, hormon para tiroid menstimulasi reabsorpsi tulang sehingga menambah kalsium dalam darah
·          Menstmulasi dan mentransport kalsium dan fosfat melalui mmbran sel
·         Kelenjar ini menghasilkan hormon yang sring disebut parathormon, yang berfungsi meningkatkan resorpsi tulang, meningkatkan reorpsi kalsium, dan menurunkan kadar kalsium darah.
e.       Kelenjar adrenal :
Terdapat 2 buah kelenjar adrenal pada manusia, dan masing-masing kelenjar terletak diatas ginjal. Kelenjar adrenal terbagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian medula adrenal ( bagian tengah kelenjar adrenal ) dan korteks adrenal ( bagian luar kelenjar ).
·         Korteks adrenal memproduksi 3 kelompok hormon steroid, yaitu glukokortikoid dengan prototipe hidrokortison, mineralokortikoid khususnya aldosteron, dan hormon-hormon seks khususnya androgen.
1.      Glukokortikoid berfungsi untuk mempengeruhi metabolisme glukosa, peningkatan sekresi hidrokortison akan menaikan kadar glukossa darah.
2.      Mineralikortikoid bekerja meningkatkan absorbsi ion natrium dalam prose pertukaran untuk mengekresikan ion kalium atau hidrogen.
3.      Hormon seks adrenal ( androgen ) memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks pria.
·         Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari saraf otonom. Selain itu juga menghasilkan adrenalin da noradrenalin. Nor adrenalin menikan tekanan darah denga jalan merangsang serabut otot di dalam dinding pembuluh darah untuk berkontraksi, dan adrenalin membantu metabolisme karbohidrat dengan jalan menambah pengeluaran glukosa dari hati.
Fungsi kelenjar adrenal korteks :
§  Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam
§  Mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang, dan protein
§  Mempengaruhi aktivitas jaringan limfoid
Fungsi kelenjar adrenal medula :
§  Vasokontriksi pembuuh darah perifer
§  Relaksasi bronkus
§  Kontraksi selaput lendir dan arteriole

4.      Kelenjar pankreas :
Kelenjar ini terdapat di belakang lambung didepan vertebra lumbalis I dan II. Sebagai kelenjar eksokrin akan menghasilkan enzim-enzim pencernaan ke dalam lumen duodenum. Sedangkan Sebagai endokrin terdiri dari pulau-pulau Langerhans, menghasilkan hormon. Pulau langerhans berbntuk oval dan tersebar diseluruh pankreas. Fungsi pulau langerhans sebagai unit sekresi dalam pengeluaran homeostatik nutrisi, menghambat sekresi insulin, glikogen dan polipeptida. Pada manusia, mengandung 4 macam sel, yaitu :
·         sel A (atau α) : menghasilkan glucagon
·         sel B (atau β) : menghasilkan insulin
·         sel D (atau γ) : menghasilkan somatostatin
·         sel F (sgt kecil) : menghasilkan polipeptida pancreas
Hormon insulin berguna untuk menurunkan gula darah, menggunakan dan menyimpan karbohidrat. Glukagon berfungsi untuk menaikan glukosa darah dengan jalan glikolisis. Sedangkan somatostatin berguna menurunkan glukosa darah dengan melepaskan hormon pertumbuhan dan glukagon.

5.      Ovarium :
·         Estrogen
·          Pogesteron
FISIOLOGI HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS
1.      HORMON HIPOFISIS ANTERIOR
Pro-opiomelanokortin dan ACTH
Aksis HPA adalah bagian utama sistem stress fisiologi, berbagai stressor (misalnya: stress metabolik, fisik, mental) menybabkan aktivasi aksis HPA. Regulator hipotalamus yang utama adalah peptida CRH dan, dengan derajat yang lebih rendah, arginin vasoperin (AVP), yang diproduksi di nucleus paraventricularis dan supraopticus hypotalami serta dibebaskan ke dalam sistem portal hipotalamus-hipofisis. Hormon-hormon ini memicu pembentukan dan transpor intrasel suatu protein besar yang dinamai pro-opiomelanokortin (POMC). POMC diproses lebih lanjut oleh berbagai protase (prohormon konvertase) untuk menghasilkan peptida-peptida yang lebih kecil, termasuk peptida 39 residu asam amino dari peptida POMC (N-POMC) tampaknya memiliki fungsi mendorong pertumbuhan.
Hormon-hormon steroid ini selanjutnya memiliki efek kompleks terhadap banyak
jaringan untuk melindungi organisme dari stress : Hormon-hormon ini meningkatkan tekanan darah dan glukosa darah, mengubah responsivitas sistem imun, dan seterusnya.
Glukokortiroid juga memberi umpan balik ke hipotalamus, tempat zat ini menghambat sekresi CRH, dan ke hipofisis, tempat zat ini menghambat sekresi ACTH, lebih lanjut. Tanpa adanya stress yang tak lazim, pelepasan CRH, ACTH, dan steroid adrenal setiap harinya berlangsung dalam irama diurinal.
a)      Hormon Glikoprotein
TSH dan gonadotropin berasal dari famili hormon glikoprotein. Anggota-anggota famili hormon glikoprotein klasik TSH dan gonadotropin, FSH dan LH, serta hormon kehamilan gonadotropin korion manusia (Hcg) terdiri atas subunit a-glikoprotein (a-GSU), yang dimiliki oleh semua anggota, dan subunit β yang dimiliki secara individual. Subunit-β yang unik pada hormon glikoprotein berperan menentukan perbedaan biologis hormon-hormon ini. Anggota lain famili ini adalah tirostimulin, yang juaga memiliki komposisi subunit a dan β. Peran fisiologi hormon ini masih dipastikan.
·         Tirotropin
Tirotropin yang dilepaskan dari sel-sel spesifik di hipofisis atas rangsangan oleh thyrotropin-relasing hormone (TRH) dari hipotalamus. Faktor-faktor hipotalamus yangs secara negtif mengatur pelepasan TSH adalah somatostatin. TSH selanjutnya mengalir melalui aliran darah sistematis ke kelenjar tiroid, tempat hormon ini merangsang pembentukan dan sekresi hormon-hormon tiroid memiliki efek terhadap hampir semua jaringan di tubuh tetapi khususnya pada sistem kardiovaskular, pernafasan, tulang, dan sistem saraf pusat. Hormon tiroid sangat penting untuk perkembangan, dan defisiensinya sewaktu perkembangan menimbulkan efek yang tidak dapat pulih sempurna pada pemberian hormon tiroid berikutnya.
·         Gonadotropin
Peran gonadotropin adalah mengatur aksis neuroendokrin sistem reproduksi. Karena itu, suatu relasing factor dari hipotalamus yang dinamai gonadotropin-relasing hormone (GnRH) merangsang sekresi LH dan FSH, yang merangsang steroidogenesis di dalam ovarium dan testis. Selain itu, gonadotropin mendorong fungsi sel Sertoli dan teka serta gametogenesis. Steroid-steroid yang diproduksi oleh ovarium (esterogen) dan oleh testis (testosteron) menghambat pembentukan GnRH, LH, dan FSH serta memiliki efek terhadap uterus (mengontrol siklus haid), terhadap perkembangan payudara, terhadap spermatogenesis, dan terhadap banyak jaringan serta proses fifiologi lain.

b.      Hormon Pertumbuhan dan Prolaktin
Hormon pertumbuhan dan prolaktin merupakan polipeptida satu-rantai yang secara struktural berkaitan tetapi memiliki spektrum kerja yang berbeda
·         Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan (growth hormone, GH), yang secara positif diatur oleh growth hormone-releasing hormone (GNRH)  hipotalamus dan dihambat oleh somatostatin, memicu berbagai efek yang mendorong pertumbuhan di beragam jaringan. GH memiliki efek langsung (Mis: merangsang pertumbuhan tulang rawan) dan tak-langsung (Mis: melalui insulin-like growht factor-1 [IGF-1], suatu polipeptida yang mirip dengan insulin, yaitu mendorong penyimpanan bahan bakar di berbagai jaringan. IGF-selanjutnya menghambat sekresi GNRH dan GH. Seperti pada berbagai aksis umpan-balik meuroendokrin, SSP dan faktor lain dapat secara bermakana mempengaruhi akasis regulasi sederhana ini.
·         Prolaktin
Peran utama prolaktin manusia adalah merangsang perkembangan payudara dan produksi air susu. Sekresi prolaktin diatur secara negatif oleh neurotransmiter dopamin dari hipotalamus, dan bukan oleh suatu peptida. Dopamin lebih bekerja sebagai penghambat ketimbang sebagai perangsang sekresi prolaktin. Proses-proses yang menyebabkan terpisahnya kelenjar hipofisis kecuali prolaktin (panhipopituitarisme akibat ketiadaan releasing hormone hipotalamus). Ketiadaan dopamin menyebabkan peningkatan sekresi prolaktin dari sel hipofisis anterior spesifik yang kini dibebaskan dari inhibisi oleh dopamin. Prolaktin juga dapat bekerja sebagai fungsi imun.

2.      HORMON HIPOFISI POSTERIOR
Vasopresin dan Oksitosin
Hormon peptida vasopresin dan oksotosin disintesis di nucleussupraopticus dan paraventricularis hypothalami. Akson dari neuron di nukleus-nukleus ini membentuk hipofisis posterior, tempat hormon-hormon peptida ini disimpan. Kerena itu, untuk memicu pelepasan vasopresin atau oksitosin, set terpisah releasing factor hipotalamus tidak diperlukan.
·         Vasopresin
Respon terhadap peningkatan ringan osmolaritas darah, “osmotat” hipotalamus bereaksi dengan memicu rasa haus, pada saat yang sama, menyebabkan pelepasan vasopresin. Vasoprersin meningkatkan jumlah kanal air aktif di membran sel ductus colligens ginjal sehingga air bebas dapat dihemat. Hal ini meningkatakan kepekatan urine. Penghematan air bebas dan stimulasi rasa haus memiliki efek akhir berupa koreksi perubahan ringan osmolaritas darah.
Vasopresin berikatan dengan sedikitnya tiga kelas reseptor. Salah satu kelas reseptor vasopresin ditemukan otot polos. Efek utama reseptor ini adalah memicu vasokontriksi. Reseptor V18 dijumpai di kortikotrop, dan reseptor ini berperan meningkatkan sekresi ACTH. Kelas reseptor yang lain (V2) ditemukan di nefron distal di ginjal; fungsi utamanya adalah memerantai efek vasopresin terhadap osmolaritas. Karena efeknya yanga diperantarai oleh reseptor Vini, vasopresin juga dikenal sebagai hormon antidiuretik (ADH). Hubungan diantara gaya osmotik, volume, dan sekresi hormon ini juga ditingkatkan oleh penurunan tajam volume intravaskular, meskipun dengan pengorbanan berupa penurunan osmolaritas. Kombinasi vasokontriksi perifer dan retensi air yang diperantarai oleh ADH (dalam keadaan hipotensi meskipun osmolaritas normal atau rendah) dapat dipahami sebagai suatu cara yang dilakukan oleh tubuh untuk memepertahankan perfusi dalam menghadapi defisit volume intravaskular yang besar, bahkan ketika volume dan komposisi osmolar darah tidak ideal.
·         Oksitoin
Seperti vosopresin, peptida ini disimpan diujung saraf neuron hipotalamus di hipofisis posterior. peptida ini berperan penting dalam kontraksi otot polos uterus dan payudara baik selama menyusui maupun pada kontaksi rahim sewaktu persalinan.


FAKTOR
MENINGKATKAN SEKRESI
MENGHAMBAT SEKRESI
Neurogenik
-        Tidur stadium III dan IV
-        Stress (traumatik, bedah, pradangan, psikis)
-        Agonis adrenergik-alfa (a)
-        Antagonis adrenergi-beta (β)
-        Agonis dopamin
-        Agonis asetilkolin

-        Tidur REM


-        Antagonis adrenergik a
-        Agonis adrenergik β

-        Antagonis asetilkolin
Metabolik
-        Hipoglikemia
-        Puasa
-        Penurunan kadar asam lemak
-        Asam amino
-        Diabetes melitus tak terkontrol
-        Uremia
-        Sirosis hati

-        Hiperglikemia

-        Peningkatan kadar asam lemak

-        Obesitas
Hormonal
-        GNRH
-        Insulin-like growth factor yang rendah
-        Estrogen
-        Glukagon
-        Vasopresin arginin

-        Somastostatin
-        Insulin-like growth factor yang tinggi
-        Hipotiroidisme
-        Kadar glukokortiroid yang tinggi






    II.            DIABETES INSIPIDUS
A.    Definisi
Diabetes insipidus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskopis. (Kapita Selekta Kedoteran : 2000)
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit dengan simtoma poliuria dan polidipsia. Jenis Diabetes insipidus yang paling sering dijumpai adalah Diabetes insipidus sentral, yang disebabkan oleh defisiensi arginina pada hormon AVP ( ariginin vasopresin ). Jenis kedua adalah Diabetes insipidus nefrogenis yang disebabkan oleh kurang pekanya ginjal terhadap hormon dengan sifat anti-diuretik, seperti AVP.
Diabetes insipidus adalah pengeluaran cairan dari tubuh dalam jumlah yang banyak yang disebabkan oleh dua hal yaitu Gagalnya pengeluaran vasopressin dan Gagalnya ginjal terhadap rangsangan AVP.
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat menganggu mekanisme neurohypophyseal – renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkoversi air .
Diabetes insipidus adalah suatu sindrom poliuria yang terjadi akibat ketidakmampuan tubuh memekatkan urine sehingga menghemat air akibat ketiadaan efek vasopressin. (McPHEE, Stephen : 2011).
v  Jadi menurut kelompok, Diabetes Insipidus adalah sindroma yang ditandai dengan poliuria dan polidipsi akibat terganggunya sekresi vasopressin oleh system saraf pusat yang dapat disebut dengan diabetes insipidus sentral dan akibat kegagalan ginjal dalam rangsangan AVP dan ketidakmampuan responsive tubulus ginjal terhadap vasopressin yang dapat disebut dengan diabetes insipidus nefrogenik.

B.     Etiologi
·         Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan berkurangnya produksi ADH baik total maupun parsial.
·         Kelenjar hipofisis posterior mengalami penurunan atau gagal melepaskan hormon antidiuretik ke dalam aliran darah.
·         Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan, trauma kepala, cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak), tumor otak, operasi ablasi, atau penyinaran pada kelenjar hipofisis.
·         Ketidakmampuan ginjal berespon terhadap kadar ADH dalam darah akibat berkurangnya reseptor atau second messenger (diabetes insipidus nefrogenik). Hal ini disebabkan oleh faktor genetik dan penyakit ginjal.
Infeksi sistem saraf pusat (ensefalitis atau meningitis).
·         Pengaruh obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti phenitoin, alkohol, lithium carbonat.
·         Sarkoidosis atau tuberculosis.
·         Gangguan aliran darah (Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke otak).
·         Idiopatik : dalam hal ini tidak ditemukan kelainan walaupun terdapat gejala. Gejala sering mulai pada masa bayi, tetapi tidak hilang selama hidup, tanpa mengganggu kesehatan dan mempengaruhi umur penderita.

C.    Patofisiologi
Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di nucleus supraoptik, paraventrikular , dan filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron tempat pembuatannya, melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotic. Suatu peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan volume intravaskuler akan merangsang sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu  mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik (yaitu Adenosin Mono Fosfat). Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan dengan batas yang sempit antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O.
Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada duktus pengumpul ginjal meningkat karena berkurang permeabilitasnya, yang  akan menyebabkan poliuria atau banyak kencing.
Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat haus, dan sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat haus lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga apabila osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut minum banyak (polidipsia).
Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi 2 yaitu diabetes insipidus sentral, dimana gangguannya pada vasopresin itu sendiri dan diabetes insipidus nefrogenik, dimana gangguannya adalah karena tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin.
Diabetes insipidus sentral dapat disebabkan oleh kegagalan pelepasan hormone antidiuretik ADH yang merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, DIS ( diabetes insipidus sentral ) juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptiko hipofisealis dan aksin hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi normal. Terakhir, ditemukan bahwa DIS dapat juga terjadi karena terbentuknya antibody terhadap ADH.

D.    Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis penderita diabetes insipidus ialah sebagai berikut: (Abdoerachman,dkk, 1974, hal : 290)
Gejala utama: poliuria (banyak kencing) dan polidipsi (banyak minum). Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak. Produksi urin sangat encer dengan jumlah sekitar 4-30 liter/hari, dengan berat jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara 1001 – 1005 atau 50 – 200 mOsmol/kg berat badan. Sebagai kompensasi hilangnya cairan melalui air kemih, penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-38 L/hari). Jika kompensasi ini tidak terpenuhi, maka dengan segera akan terjadi dehidrasi yang menyebabkan tekanan darah rendah dan syok.
Penderita terus berkemih dalam jumlah yang sangat banyak, terutama di malam hari.
Pada bayi yang diberikan minum seperti biasa akan tampak kegelisahan yang tidak berhenti, sampai timbul dehidrasi, panas tinggi, dan terkadang sampai syok.
Gejala lain:
·         Penurunan berat badan
·         Nocturia
·         Kelelahan
·         Hipotensi
·         Gizi kurang baik
·         Gangguan emosional
·         Enuresis
·         Kulit kering
·         Anoreksia
·         Gangguan pertumbuhan

E.     Klasifikasi
Pada diabetes insipidus sentral dan nefrogenik, urin bersifat hipotonik. Kausa sentral tersering adalah kecelakaan trauma kepala, tumor intracranial, dan pasca bedah intracranial. Kausa yang lebih tercantum adalah:
a)      Diabetes insipidus sentral
Diabetes Insipidus Sentral (DIS) dapat terjadi akibat beberapa hal, yaitu: (Asman,dkk, 1996, hal : 816)
·         Tumor-tumor pada hipotalamus.
·          Tumor-tumor besar hipofisis dan menghancurkan nucleus-nukleus hipotalamik.
·         Trauma kepala.
·         Cedera operasi pada hipotalamus.
·         Oklusi pembuluh darah pada intraserebral (trombosis atau perdarahan serebral, aneurisma serebral, post-partum necrosis).
·         Pengangkutan ADH/AVP yang tidak bekerja dengan baik akibat rusaknya akson pada traktus supraoptikohipofisealis.
·         Sintesis ADH terganggu.
·         Kerusakan pada nucleus supraoptik paraventricular.
·         Gagalnya pengeluaran ADH.
·         Infeksi (Meningitis, ensefalitis, landry-Guillain-Barre’s syndrome)
b)     Diabetes insipidus nefrogenik
Kegagalan tubulus renal untuk bereaksi terhadap ADH, akibat:
·         Penyakit ginjal kronik
·         Penyakit ginjal polikistik
·         Medullary cystic disease
·         Pielonefritis
·         Obstruksi ureteral
·         Gagal ginjal lanjut
c)      Gangguan elektrolit
·         Hipolakemia
·         Hiperkalemia

d)     Obat-obatan
·         Litium
·         Demoksiklin
·         Asetoheksamid
·         Tolazamid
·         Glikurid
·         Propoksifen
e)      Penyakit sickle cell
f)       Gangguan diet
·         Intake air yang berlebihan
·         Penurunan intake NaCl
·         Penurunan intake protein

g)      Lain-lain
·         Multipel mieloma
·         Amiloidosis
·         Penyakit Sjogren’s
·         Sarkoidosis

F.     Komplikasi
a)      Dehidrasi berat dapat terjadi apabila jumah air yang diminum tidak adekuat. Dehidrasi dapat menyebabkan:
·         Mulut menjadi kering
·         Kelemahan otot
·         Tekanan darah rendah (hipotensi)
·         natrium darah Ditinggikan (hipernatremia)
·         Sunken penampilan untuk mata Anda
·         Demam
·         Sakit kepala
·         Tingkat jantung cepat
·         Kehilangan Berat badan
b)      Ketidakseimbangan elektrolit, yaitu hipenatremia dan hipokalemia. Keadaan ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi tidak teratur dan dapat terjadi gagal jantung kongestif. Diabetes insipidus juga dapat menyebabkan ketidak seimbangan elektrolit.  Elektrolit mineral dalam darah Anda - seperti natrium, kalium dan kalsium - yang menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh Anda. Ketidak seimbangan elektrolit dapat menyebabkan gejala, seperti:
·         Sakit kepala
·         Kelelahan
·         Lekas ​​marah
·         Otot sakit
c)      Intoksikasi air
Asupan cairan yang berlebihan di dipsogenic diabetes insipidus dapat menyebabkan keracunan air, suatu kondisi yang menurunkan konsentrasi natrium dalam darah,yang dapat merusak otak.

G.    Pemeriksaan Penunjang
1)      Hickey-Hare atau Carter-Robbins test
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal akan menurunkan jumlah urine, sedangkan pada Diabetes Insipidus urine akan menetap atau bertambah. Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah urine pada pasien DIS dan menetapnya jumlah urine pada pasien DIN. Kekurangan pada pengujuian ini adalah:
a.       Pada sebagian orang normal, pembebanan larutan garam akan menyebabkan terjadinya diuresis solute yang akan mengaburkan efek ADH.
b.      Interpretasi pengujicobaan ini adalah all or none sehingga tidak dapat membedakan defect partial atau komplit.

2)        Fluid deprivation
Tes deprivasi cairan dilakukan dengan cara menghentikan pemberian cairan selama 8 hingga 12 jam atau sampai terjadi penurunan berat badan sebesar 3% hingga 5%. Kemudian ditimbang BBnya, diperiksa volume dan berat jenis atau osmolalitas urine pertama. Pada saat ini diambil sample plasma untuk mengukur osmolalitasnya.
a.       Pasien diminta BAK sesering mungkin paling sedikit setiap jam.
b.      Pasien ditimbang tiap jam apabia diuresis lebih dari 300ml/jam, atau setiap 3 jam sekali bia diuresis kurang dari 300ml/jam.
c.       Setiap sample urine sebaiknya diperiksa osmoalitasnya dalam keadaan segar atau kalau hal itu tidak mungkin dilakukan semua sample harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari es.
d.      Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4% tergantung mana yang lebih dahulu.

3)      Uji Nikotin
Nicotine langsung merangsang sel hipotalamus yang memproduksi vasopressin. Obat yang dipakai ialah nicotine salicylate secara intra vena. Efek samping yang dapat ditimbulkan ialah mual dan muntah. Penialaian tes ini sama seperti pada Hickey-Hare test. (Abdoerachman,dkk, 1974, hal : 292-293)

4)      Uji vasopressin
Dilakukan bersama dengan pengukuran osmolalitas plasma serta urin; uji coba dengan menggunakan desmopresin (vasopressin sintetik); dan pemberian infus larutan salin hipertonis.

5)      CT-Scan
Untuk mendeteksi adanya lesi di hipotalamik pituitary.


H.    Penatalaksaan Medis & Keperawatan
a.       Prevent Dehidration
·         Infus IV Elektrolit Untuk Dehidrasi
Fungsi larutan elektrolit secara klinis digunakan untuk mengatasi perbedaan ion atau penyimpangan jumlah normal elektrolit dalam darah.
·         Infus IV Glukosa Nacl / Glukosa 10%
Pada umumnya larutan glukosa untuk injeksi digunakan sebagai pengganti kehilangan cairan tubuh, sehingga tubuh kita mempunyai energi kembali untuk melakukan metabolismenya dan juga sebagai sumber kalori. Dosis glukosa adalah 2,5-11,5 % (Martindale), pada umumnya digunakan 5 %. Dalam formula ini ditambahkan NaCl supaya diapat larutan yang isotonis, dimana glukosa disini bersifat hipotonis. Dalam pembuatan aqua p.i ditambahkan H2O2 yang dimaksudkan untuk menghilangkan pirogen, serta di dalam pembuatan formula ini ditambahkan norit untuk menghilangkan kelebihan H2O2.
·         Corsalit 200 sachet
Komposisi:Glucose anhydrate 4 g, NaCl 0.7 g, Na citrate 0.58 g, KCl 0.3g
b.       Check body Weights Daily
Berat badan harus di periksa dengan menggunakan timbangan yang akurat.
c.        Hormonal medic
Penggantian dengan vasopressin. Desmopresin (DDAVP), yaitu suatu preparat sintetik vasopressin yang tidak memiliki efek vaskuler ADH alami, merupakan preparat yang sangat berguna karena mempunyai durasi kerja yang lebih lama dab efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan preparat lain yang pernah digunakan untuk mengobati penyakit ini. Preparat ini diberikan intranasal dengan menyemprotkan larutan obat kedalam hidung melalui pipa plastic fleksibel tidak yang kerjanya singkat dan diabsorpsi lewat mukosa nasal ke dalam darah. Jika kita menggunakan jalur intranasal dalam pemberian suatu obat, observasi kondisi pasien unutk mengetahui adanya ranofaringitis kronis.
Bentuk terapi yang lain adalah penyuntikan intramuskuler ADH, yaitu vasopresin tannat dalam minyak, yang dilakukan bila pemberian intranasal tidak dimungkinkan. Preparat suntikan diberikan tiap 24 jam hingga 96 jam. Sebelum digunakan botol obat suntik terlebih dahulu dihangatkan atau digucangkan dengan kuat. Penyuntikan dilakukan pada malam hari agar mencapai hasil yang optimal. Kram abdomen adalahefek samping dari obat ini.



ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES INSIPIDUS

1.    PENGKAJIAN
1)      Data Pasien :
Nama klien                  : Ny. S
Umur                           : 45 Tahun
Diagnosa Medik          : Diabetes Insipidus
Tanggal Masuk            : 19/12/2011
Alamat                         : Jl. Tipar Halim rt.005/06 no 60j mekarsari-cimanggis depok
Suku                            : Jawa
Agama                         : Islam
Pekerjaan                     : -
Status perkawinan       : menikah
Status pendidikan       : -

2)      Riwayat penyakit :
Keluhan Utama :
Ibu mengeluhkan kencing pada malam hari ( noktural ), banyak minum sampai 4-5 liter.

Riwayat Penyakit Sekarang :
Ny. Sumiyah 45 tahun masuk RS. A dengan keluhan banyak kencing terutama pada malam hari ( nokturia ), banyak minum sehari 4-5 liter. Keluarga mengatakan keluhan ini terjadi 2 tahun yang lalu tepatnya setelah Ny. Sumiyah mengalami kecelakaan ( tabrakan mobil ).

Riwayat Penyakit Terdahulu :
Keluarga mengatakan keluhan ini terjadi 2 tahun yang lalu tepatnya setelah Ny. Sumiyah mengalami kecelakaan ( tabrakan mobil ). Sewaktu terjadi tabrakan keluarga mengatakan kepalanya terbentur dan tidak dibawa ke RS. Karena saat itu kondisi pasien sadar dan tidak tampak adanya luka

Riwayat Kesehatan Keluarga :
Keluarga tidak mempunyai penyakit diabetes insipidus

3)      Pemeriksaan fisik
a.    Aktifitas/ istirahat
Tanda dan gejala : 
 Malam : ± 4 jam
Siang : jarang tidur siangMalam :±  sampai 04.00 WIB
Sulit tidur karena harus bangun untuk kencing
Intensitas Kencing yang menurun
b.      Eliminasi
Tanda dan gejala :
± 6x/hari,encer seperti air
Urin sekitar 4-5 liter/hari 24 jam
Warna urin jernih
c.    Makanan/cairan
Tanda dan gejala :
±2 piring/hr,porsi sedang,tidak habis
±4-5 liter/hr, air putih+infus RL 500ml (7 tetes/mnt)
Air diberi saat setelah makan dan terasa haus  dan dilengan pasien terpasang infus RL dengan frek:7 tetes/mnt
Anoreksia,mual dan muntah saat makan,diare
d.   Hygiene
Tanda dan gejala : 
Masih bisa dilakukan sendiri dalam memenuhi kebersihan badanya
Melibatkan Orang tua dalam pemotongan kuku
Dilakukan sendiri tapi dengan lambat dalam melakukannya
e.    Neurosensori
Tanda dan gejala :
Pasien tidak mengalami Pusing, orientasi baik, tidak ada perubahan pupil, kesadaran kompos metis dengan skala GCS = 15, reflek motorik penilaian 6,reflek pada mata pada penilaian 4,reflek Verbal pada penilaian 5
f.     Pernapasan
Tanda dan gejala :
Inspeksi :  frekuensi nafas normal (20/menit), Bentuk dada simetris, penggunaan otot bantu napas tidak tampak.
Perkusi : sonor/redup.
Palpasi : gerakan thorak simetris
Auskultasi : suara napas resonan, tidak ada bunyi yang menunjukkan gangguan.


2.      DATA FOKUS

DATA SUBJEKTIF
DATA OBJEKTIF
ü  Klien mengatakan banyak kencing terutama pada malam hari ( nokturia )
ü  Klien mengatakan banyak minum 4-5 liter/hari
ü  Keluarga mengatakan keluhan ini terjadi 2 tahun yang lalu tepatnya setelah klien mengalami kecelakaan ( tabrakan mobil )
ü  Keluarga mengatakan sewaktu terjadi tabrakan kepala klien terbentur dan tidak dibawa ke RS karena saat itu kondisi klien sadar dan tidak tampak adanya luka
ü  Klien mengatakan kepalanya pusing dan diberi obat warung pusingnya hilang
ü  Klien mengatakan 2 jam sebelum masuk RS badannya lemas dan tak lama kemudian klien tak sadarkan diri
ü  Kemungkinan klien mengatakan haus terus menerus
ü  Kemungkinan keluarga klien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang diderita klien.

ü  Klien terihat tidak sadarkan diri kesadaran sopor koma
ü  TTV
TD : 70/40 mmHg
HR : 120 x/menit
T : 35,7 C
RR : 24x/menit
ü  Akral klien teraba dingin
ü  CT SCAN : SOL pada hipofisis
ü  Kemungkinan klien terlihat membrane mukosa kering
ü  Kemungkinan klien terlihat gelisah
ü  Kemungkinan klien terlihat turgor kulit buruk
ü  Kemungkinan klien terlihat adanya pelambatan pengisian kapiler ( >3 detik )
ü  Kemungkinan klien terlihat konsistensi urin encer seperti air
ü  Kemungkinan keluarga klien terlihat gelisah
ü  Kemungkinan keluarga klien terlihat bingung
ü  Kemungkinan keluarga klien terlihat bertanya dengan pertanyaan yang sama terus menerus
ü  Kemungkinan keluarga klien terlihat putus asa



3.    ANALISA DATA

DATA
PROBLEM
ETIOLOGI
DS
ü  Klien mengatakan kepalanya pusing dan diberi obat warung pusingnya hilang
ü  Klien mengatakan 2 jam sebelum masuk RS badannya lemas dan tak lama kemudian klien tak sadarkan diri
DO
ü  Klien terihat tidak sadarkan diri kesadaran sopor koma
ü  TTV
TD : 70/40 mmHg
HR : 120 x/menit
T    : 35,7 C
RR : 24x/menit
ü  Akral klien teraba dingin
ü  CT SCAN : SOL pada hipofisis
ü  Kemungkinan klien terlihat gelisah

Gangguan perfusi jaringan serebral
Penghentian aliran darah SOL
DS
ü  Klien mengatakan banyak kencing terutama pada malam hari ( nokturia )
ü  Kemungkinan klien mengatakan haus terus menerus
DO
ü  TTV
TD : 70/40 mmHg
HR : 120 x/menit
T    : 35,7 C
RR : 24x/menit
ü  Klien mengatakan 2 jam sebelum masuk RS badannya lemas dan tak lama kemudian klien tak sadarkan diri
ü  Kemungkinan klien terlihat membrane mukosa kering
ü  Kemungkinan klien terlihat turgor kulit buruk
ü  Kemungkinan klien terlihat adanya pelambatan pengisian kapiler ( >3 detik )
ü  Kemungkinan klien terlihat konsistensi urin encer seperti air

Kekurangan volume cairan
Output yang berlebihan ditandai dengan poliura
DS
ü  Klien mengatakan banyak kencing terutama pada malam hari ( nokturia )
ü  Klien mengatakan banyak minum 4-5 liter/hari

DO
ü  TTV
TD : 70/40 mmHg
HR : 120 x/menit
T    : 35,7 C
RR : 24x/menit

Gangguan eliminasi urine
Penurunan permeabilitas tubulus ginjal ditandai dengan poliura
DS
ü  Keluarga mengatakan keluhan ini terjadi 2 tahun yang lalu tepatnya setelah klien mengalami kecelakaan ( tabrakan mobil )
ü  Keluarga mengatakan sewaktu terjadi tabrakan kepala klien terbentur dan tidak dibawa ke RS karena saat itu kondisi klien sadar dan tidak tampak adanya luka
ü  Kemungkinan keluarga klien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang diderita klien

DO
ü  Kemungkinan keluarga klien terlihat bingung
ü  Kemungkinan keluarga klien terlihat gelisah
ü  Kemungkinan keluarga klien terlihat bertanya dengan pertanyaan yang sama terus menerus
ü  Kemungkinan keluarga klien terlihat putus asa

Kurang pengetahuan
Tidak mengenal sumber informasi








4.    DIAGNOSA KEPERAWATAN


DIAGNOSA KEPERAWATAN
TANGGAL DITEMUKAN

TANGGAL TERATASI
1.            Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah SOL

2.            Kekurangan volume cairan b.d output yang berlebih

3.            Gangguan eliminasi urine b.d penurunan permeabilitas tubulus ginjal ditandai dengan poliura

4.            Kurang pengetahuan b.d tidak mengenal sumber informasi
Selasa,
26 Februari 2013


Selasa,
26 Februari 2013

Selasa
26 Februari 2013




Selasa
26 Februari 2013
Jumat,
1 Maret 2013


Jumat,
1 Maret 2013

Jumat,
1 Maret 2013



Jumat,
1 Maret 2013












5.    INTERVENSI
NO DX
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
INTERVENSI
1
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan :
1.       Tanda-tanda vital stabil
2.       Tingkat kesadaran membaik
Mandiri :
1.      Awasi tanda-tanda vital
Rasional : mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat ada fluktuasi tekanan darah sistemik
2.      Kaji respon motorik terhadap perintah yang sederhana
Rasional : mengukur kesadaran secara keseluruhan
3.      Pertahankan kepala/leher pada posisi tengah atau pada posisi netral, sokong dengan gulungan handuk kecil atau bantal kecil. Hindari pemakaian bantal besar pada kepala.
Rasional : kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah vena , yang selanjutya akan meningkatkan TIK
4.      Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan dan tingkah laku yang tidak sesuai lainnya.
Rasional : mengindikasi adanya peningkatan TIK

Kolaborasi :
1.      Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK
2.      Pantau AGD/tekanan oksimetri
Rasional : menentukan kecukupan pernafasan dan mengindikasi kebutuhan akan terapi.


2
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan :
1.      TTV stabil
2.    Input dan output cairan seimbang
3.    Akral hangat
Capillary reffil <3 detik
Mandiri :
1.      Awasi tanda-tanda vital
Rasional : tanda-tanda vital membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
2.      Observasi capillary refill
Rasional : indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
3.      Observasi intkae dan output. Catat konsentrasi, warna urine
Rasional : penurunan haluaran urine dan berwarna pekat diduga dehidrasi
4.      Anjurkan untuk minum 1500 ml/hari
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan cairan peroral
Kolaborasi  :
1.      Kolaborasi pemberian cairan intravena
Rasional : dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh untuk mencegah terjadi nya syok hipovolemik
3
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 3x24 jam diharapkan :
1.      Tanda-tanda vital stabil
2.      Menunjukan perkembangan  yang normal dalam pengeluaran urine
Madiri :
1.      Monitor dan kaji karakteristik urine meliputu frekuensi, konsistensi, bau, volume dan warna.
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan fungsi ginjal dan untu mengetahui normal atau tidaknya urine klien
2.      Bantu pemberian cairan sesuai keutuhan
Rasional : menurangi pengeluaran cairan berupa urine terutama saat malam hari
3.      Catat waktu terakhir klien eliminasi urine
Rasional : mengidentifikasi fungsi kandung kemih fungsi ginjal dan keseimbangan cairan.
4.      Instruksikan klien/keluarga untuk mencatat output urine klien
Rasional : mengidentifikasi jumlah urine yang keluar/hari.
4
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan :
1.      Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit
Mandiri :
1.        Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perintah, dan selalu ada untuk pasien.
Rasional : menanggapi dan mempeerhatikan perlu diciptkan sebeum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2.        Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan.
Rasionl : meningkatkan antusias dan kerjsama pasien dengan prinsip-prinsip yang dipelajari.
3.        Pilih berbagai strategi belajar, seperti teknik demosntrasi yang memerlukan keterampilan.
Rasional : meningkatkan pencerapa pada individu yang belajar
4.      Tinjau ulang progam pengobatan
Rasional : pemahaman tentang semua aspek yang digunakan obat menigkatkan penggunaan yang tepat


BAB III
PENUTUP
Diabetes Insipidus adalah sindroma yang ditandai dengan poliuria dan polidipsi akibat terganggunya sekresi vasopressin oleh system saraf pusat yang dapat disebut dengan diabetes insipidus sentral dan akibat kegagalan ginjal dalam rangsangan AVP dan ketidakmampuan responsive tubulus ginjal terhadap vasopressin yang dapat disebut dengan diabetes insipidus nefrogenik. Di manifestasikan dengan poliuria dan polidipsia.


DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih, Jakarta : EGC, 1999.
Marelli T.M, Buku Saku Dokumentasi Keperawatan edisi 3, Jakarta : EGC, 2007
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8 Vol 2, Jakarta : EGC, 2002.













Anda baru saja membaca artikel yang berkategori dengan judul Sistem Endokrin. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://sitisobariyah19.blogspot.com/2013/10/sistem-endokrin_3910.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: Siti Sobariyah - Kamis, 10 Oktober 2013

Belum ada komentar untuk "Sistem Endokrin"

Posting Komentar