ACUTE LUNG OEDEMA
OLEH :
KELOMPOK 2
(RUANG 303)
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pulmonary edema (Lung odema acute)
adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Edema paru
merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru.
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta
penderita edema paru di dunia. Di Inggris sekitar 2,1 juta penderita edema paru
yang perlu pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. Di Amerika serikat
diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita Edema. Di Jerman 6 juta penduduk. Ini
merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat perhatian dari perawat di
dalam merawat klien edema paru secara komprehensif bio psiko sosial dan
spiritual.
Penyakit Edema paru pertama kali di Indonesia ditemukan pada tahun 1971. Sejak
itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, hingga sampai tahun 1980
seluruh propinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus
menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Di
Indonesia insiden terbesar terjadi pada 1998, dengan Incidence Rate (IR) =
35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam
sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99
(tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).
Dari uraian di atas, maka dirasa perlu dilakukan pemahaman lebih dalam guna
mengetahui bagaimana sebenarnya proses patofisiologi edema paru hingga
bagaimana cara menangani pasien dengan edema paru sebagai perawat berdasar pada
diagnosa – diagnosa keperawatan yang muncul akibat edema paru.
B. Rumusan Masalah
1.
Definisi
2.
Etiologi
3.
Patofisiologi
4.
Tanda dan Gejala
5.
Asuhan Keperawatan sesuai Kasus
C. Tujuan Penulisan
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas
mata kuliah Sistem Kardiovaskular II dan mengeksplorasi secara lebih dalam
tentang masalah Acute Lung Odema
D. Sistematika
BAB
I Pendahuluan
berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan, dan Sisitematika
BAB II Pembahasan
berisi Definisi, Etiologi, Patofisiologi, Tanda dan Gejala, Asuhan Keperawatan
sesuai kasus
BAB III Penutup
berisi Kesimpulan dan Saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Acute Lung Oedema (ALO)
adalah terjadinya penumpukan cairan secara masif di rongga alveoli yang menyebabkan
pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal napas.
Acute Lung Oedema (ALO)
adalah kegawatan yang mengancam nyawa dimana terjadi akumulasi di interstisial
dan intra alveoli paru disertai hipoksemia dan kerja napas yang meningkat.
B. Etiologi
Penyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu:
1.
Kardiogenik
a.
Penyakit pada arteri koronarik
Arteri yang
menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya deposit lemak (plaques).
Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah pada arteri dan
menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri
tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu memompa
darah lagi seperti biasa
b.
Kardiomiopati
Penyebab
terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa ahli
diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan oleh
infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek
racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati
menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi
suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada keadaan
infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi beban tersebut, maka
darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan
menumpuk di paru-paru (flooding).
c.
Gangguan katup jantung
Pada kasus
gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk mengatur aliran
darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau tidak mampu menutup
dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah mengalir kembali
melalui katub menuju paru-paru.
d.
Hipertensi
Hipertensi
tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot ventrikel
kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.
2.
Non-Kardiogenik
Pada
non-kardiogenik, ALO dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
1)
Infeksi pada paru
2)
Lung injury, seperti emboli paru, smoke
inhalation dan infark paru.
3)
Paparan toxic
4)
Reaksi alergi
5)
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
6)
Neurogenik
C. Patofisiologi
ALO kardiogenik dicetuskan oleh
peningkatan tekanan atau volume yang mendadak tinggi di atrium kiri, vena
pulmonalis dan diteruskan (peningkatan tekanannya) ke kapiler dengan tekanan
melebihi 25 mmHg. Mekanisme fisiologis tersebut gagal mempertahankan
keseimbangan sehingga cairan akan membanjiri alveoli dan terjadi oedema paru.
Jumlah cairan yang menumpuk di alveoli ini sebanding dengan beratnya oedema
paru. Penyakit jantung yang potensial mengalami ALO adalah semua keadaan yang
menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri >25 mmHg.
Sedangkan ALO non-kardiogenik timbul
terutama disebabkan oleh kerusakan dinding kapiler paru yang dapat mengganggu
permeabilitas endotel kapiler paru sehingga menyebabkan masuknya cairan dan
protein ke alveoli. Proses tersebut akan mengakibatkan terjadinya pengeluaran
sekret encer berbuih dan berwarna pink froty. Adanya sekret ini akan
mengakibatkan gangguan pada alveolus dalam menjalankan fungsinya.
D. Tanda dan Gejala
Gambaran tanda gejala ALO dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium), walaupun pada
kenyataannya secara klinis sulit dideteksi secara dini. Pembagian stadium
tersebut adalah sebagai berikut:
- Stadium 1
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang
prominen akan mengganggu pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan
kapasitas difusi CO. Keluhan pada stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas
saat melakukan aktivitas.
- Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial.
Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa
interlobularis menebal. Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor
interstisial akan lebih mempersempit saluran napas kecil, terutama di daerah
basal karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi reflek bronkokonstriksi
yang dapat menyebabkan sesak napas ataupun napas menjadi berat dan tersengal.
- Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran
gas mengalami gangguan secara berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia.
Penderita tampak mengalami sesak napas yang berat disertai batuk berbuih
kemerahan (pink froty). Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun
dengan nyata.
E. Asuhan Keperawatan Sesuai Kasus
Data
Subjektif (DS)
|
Data
Objektif (DO)
|
1.
Sesak nafas semakin berat 2 hari sebelum masuk
rumah sakit
2.
Cepat lelah
3.
Perut terasa begah
|
1.
TD = 130/90 mmHg
2.
HR = 86x /mnt
4.
SPO2 = 94%
5.
DOE(+)
6.
PND (+)
7.
Ortopnea (+)
8.
Odema pada kaki (+2)
9.
Riwayat sebelumnya :
NSTEMI &
CHF 1thn yang lalu
10. Foto toraks
menunjukan Odema Paru
|
DIAGNOSA :
1.
Ganguan pertukaran gas b.d kegagalan
difusi pada alvioli
2.
Intoleransi aktivitas b.d ketidak
seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
3.
Kelebihan volume cairan b.d menurunnya
laju filtrasi glomerulus
4.
Resiko penurunan curah jantung b.d
perubahan kontraktilitas miokardial
Data
Fokus
|
Masalah
|
Etiologi
|
DS
=
·
Sesak nafas semakin berat 2 hari sebelum masuk
rumah sakit
DO
=
·
TD = 130/90 mmHg
·
HR = 86x /mnt
·
RR = 24x/mnt
·
DOE(+)
·
PND (+)
·
Ortopnea (+)
·
SPO2 = 94%
|
Gangguan
pertukaran gas
|
Kegagalan
difusi pada alvioli
|
DS
=
·
Sesak nafas semakin berat 2 hari sebelum masuk
rumah sakit
·
Cepat lelah
DO
=
·
TD = 130/90 mmHg
·
HR = 86x /mnt
·
RR = 24x/mnt
·
DOE(+)
·
PND (+)
·
Ortopnea (+)
|
Intoleransi
aktivitas
|
Ketidak
seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
|
DS
=
·
Perut terasa begah
DO
=
·
Odema pada kaki (+2)
·
Foto toraks menunjukan Odema Paru
|
Kelebihan
volume cairan
|
Menurunnya
laju filtrasi glomerulus
|
DS
=
·
Sesak nafas semakin berat 2 hari sebelum masuk
rumah sakit
·
Cepat lelah
DO
=
·
TD = 130/90 mmHg
·
HR = 86x /mnt
·
RR = 24x/mnt
·
Riwayat sebelumnya :
NSTEMI &
CHF 1thn yang lalu
|
Resiko
penurunan curah jantung
|
Perubahan
kontraktilitas miokardial
|
|
|
|
Hari
/ tanggal
|
No
Dx
|
Tujuan
& Kriteria Hasil
|
Intervensi
dan Rasional
|
Paraf
|
20
september 2012
|
1.
|
Setelah
di lakukan tindakan keperawatan selama 2x 24jam diharapkan mendemonstrasikan
ventilasi dan oksigenisasi adekuat pada jaringan yang di tunjukan oleh GDA
dalam rentang normal dan bebas gejala distresi pernafasan
|
Auskulasi
bunyi napas, cacat krekls, mengi.
R
: Menyatakan adanya kongesti paru/ pengumpulan sekret menunjukan kebutuhan
untuk intervensi lanjut.
Anjurkan
pasien batuk efektif, napas dalam.
R
: Membersihkan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen.
Dorong
posisi sering.
R
: Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia
Pertahankan
duduk di kursi/tirah baring dengan kepala tempat tidur tinggi 20-30 derajat,
posisi semi fowler.
Sokong tangan dengan bantal
R : Menurunkan konsumsi oksigen dan
meningkatkan inflansi paru maksimal.
Kolaborasi
:
Pantau/gambarkan
seri GDA, nadi oksimetri
R
: Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru. Perubahan kompensasi
biasanya ada pada GJK kronis
Berikan
oksigen tambahan sesuai indikasi.
R
: meningkatkan kosentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki hipoksemia
jaringan.
Berikan
obat sesua indikasi
Diuretik contoh furosemid (lasix) R : menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.
Bronkodilator
contoh aminofilin
R
: meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas kecil dan
mengeluarka efek deuretik ringan untuk menurunkan kongesti paru.
|
|
|
2.
|
Setelah
di lakukan tindakan keperawatan selama 2x 24jam diharapkan klien mampu
berpertisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan
diri sendiri dan klien mampu mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang
dapat diukur.
|
Mandiri:
Periksa
TTV sebelum dan seger setelah beraktivitas, khususnya bila asien menggunakan
vasodilator, diuretik, penyekat beta
R
: hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilasi), perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung
Catat
respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia,
dispnea, berkeringat pucat.
R
: penurunan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas,
dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan
oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan
Kaji
prespitator/penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat
R
: kelemahan adalah efek samping beberapa obat (bata bloker, traquilizer,
sedatif). Nyeri dan program penuh stres juga memerlukan energi dan
menyebabkan kelemahan.
Evaluasi
peningkatan intoleran aktvitas
R
: dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan
aktivtas
Berikan
bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikas. Selingi periode
aktivitas dengan periode istirahat
R
: pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress
miokard/ kebutuhan oksigen berlebihan
Kolaborasi
Implementasikan
program rehabilitasi jantung/ aktivitas
R
: peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung / konsumsi
oksigen berlebih. Peguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stres, bila
disfungsi jantung tidak dapat membaik kembali.
|
|
|
3.
|
Setelah
di lakukan tindakan keperawatan selama 2x 24jam diharapkan klien akan
mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan
pengeluaran , bunyi nafas bersih/ jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat
diterima, berat baan stabil, dan tidak ada edema
|
Mandiri:
Pantau
haluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis terjadi
R:
haluaran urine mungkin sedikit dan pekat arena penurunan perfusi ginjal.
Posisi telentang membantu diuresis sehingga haluaran urine dapatditingkatkan
pada malam/ selama tirah baring.
Hitung
keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam
R
: terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba /
berlebihan meskipun edema masih ada.
Pertahankan
duduk atau tirah baring dengan posisi semi fowler selama fase akut.
R
: posisi telentang meningkatkan
filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
Buat
jadwal pemasukan cairan, digabung dengan keinginan minum bila mungkin.
Berikan perawatan mulut/es batu sebagai bagian dari kebutuhan cairan.
R
: Melibatkan pasien dalam program terapi dapat meningkatkan perasaan
mengontrol dan kerjasama dalam pembatasan.
Timbang
berat badan setiap hari.
R
: Catat perubahan ada/hilangnya edema sebagai respon terhadap terapi.
Peningkatan 2,5 kg menunjukkan kurang lebih 2L cairan. Sebaliknya, diuretik
dapat mengakibatkan cepatnya kehilangan/perpindahan cairan dan kehilangan
berat badan.
Kaji
distensi leher danpembuluh perifer. Lihat area tubuh dependen untuk edema
dengan/tanpa piting; catat adanya edema tubuh umum.
R
: Retensi cairan berlebihan dapat dimanifestasikan oleh pembendungan vena dan
pembentukan edema. Edema perifer mulai pada kaki/mata kaki dan meningkatkan
sebagai kegagalan paling buruk. Edema pitting adalah gambaran secara umum
hanya setelah retensi sedikitnya 5 kg cairan. Peningkatan kongesti vaskuler
(sehubungan dengan gagal jantung kanan) secara nyata mengakibatkan edema jaringan
sistemik.
Ubah
posisi dengan sering. Tinggikan kaki bila duduk. Lihat permukaan kulit,
pertahankan tetap kering dan berikan bantalan sesuai indikasi.
R
: Pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan
imobilisasi/tirah bareng lama merupakan kumpulan stresor yang mempengaruhi
integritas kulit dan memerlukan intervensi pengawasan ketat/pencegahan.
Auskultasi
bunyi napas, catat penurunan dan/atau bunyi tambahan, contoh krekets, mengi.
Catat adanya peningkatan dispnea, takipnea, ortopnea, dispnea nokturnal
paroksismal, batuk persisten.
R
: Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru. Gejala edema paru
dapat menunjukkan gagal jantung kanan (dispnea, batuk, ortopnea) dapat timbul
lambat tetapi lebih sulit membaik.
Selidiki
keluhan dispnea ekstrem tiba-tiba, kebutuhan untuk bangun dari duduk, sensasi
sulit bernapas, rasa panik atau ruangan sempit.
R
: Dapat menunjukkan terjadinya komplikasi (edema paru/emboli) dan berbeda
dari ortopnea dan dispnea nokturnal paroksimal yang terjadi lebih cepat dan
memerlukan intervensi segera.
Pantau
TD dan CVP (bila ada)
R
: Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan volume cairan dan
dapat menunjukkan terjadinya/peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
Kaji
bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi, abdomen, konstipasi.
R
: Kongesti viseral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi
gaster/intestinal.
Berikan
makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering.
R
: Penurunan motilitas gaster dapat berefek merugikan pada digestif dan
absorpsi. Makan sedikit dan sering meningkatkan digesti/ mencegah
ketidaknyamanan abdomen.
Ukur
lingkar abdomen sesuai indikasi.
R
: Pada gagal jantung kanan lanjut, cairan dapat berpindah ke dalam area
peritoneal, menyebabkan meningkatnya lingkar abdomen (asites).
Dorong
untuk menyatakan perasaan sehubungan dengan pembatasan.
R
: Ekspresi perasaan dapat menurunkan cemas, yang mengeluarkan energi dan
dapat menimbulkan perasaan lemah.
Palpasi
hepatomegali. Catat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas/nyeri tekan.
R
: Perluasan gagal jantung menimbulkan kongesti vena menyebabkan distensi
abdomen, pembesaran hati, dan nyeri. Ini akan mengganggu fungsi hati dan
mengganggu/memperpanjang metabolisme obat.
Catat
peningkatan letargi, hipotensi, kram otot.
R
: Tanda defisit kalium dan natrium yang dapat terjadi sehubungan dengan
perpindahan cairan dan terapi diuretik.
Kolaborasi
Pemberian
obat sesuai indikasi.
a.
Diuretik, contoh furosemid (Lasix); bumetamde
(Bumex).
R :
Meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reabsorpsi
natrium/klorida pada tubulus ginjal.
b.
Tiazid dengan agen pelawan kalium, contoh
spironolakton (Aldakton).
R :
Meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium berlebihan.
c.
Tambahan kalium contoh K Dur
R : Mengganti
kehilangan kalium sebagai efek samping terapi diuretik, yang dapat
mempengaruhi fungsi jantung.
Mempertahankan
cairan/pembatasan natrium sesuai indikasi.
R
: Menurunkan air total tubuh/mencegah reakumulasi cairan.
Konsul
dengan ahli diet.
R
: Perlu memberikan diet yang dapat diterima pasienyang memenuhi kebutuhan
kalori dalam pembatasan natrium.
Pantau
foto torak.
R
: Menunjukkan perubahan indikasif peningkatan/perbaikan kongesti paru.
Kaji
dengan torniket rotasi/flebotomi, dialisis, atau ultrafiltrasi sesuai
indikasi.
R
: Meskipun tidak sering digunakan, penggantian cairan mekanis dilakukan untuk
mempercepat penurunan volume sirkulasi, khususnya pada edema paru refraktori
pada terapi lain.
|
|
|
4.
|
Setelah
di lakukan tindakan keperawatan selama 2x 24jam, klien dapat
mendemonstrasikan frekuensi jantung dan irama dalam rentang yang diharapkan
pasien dengan tak adanya/terkontrolnya disritmia
|
Kaji
/pantau tekanan darah
R:
Disritmia dapat menurunkan tekanan darah dan meningkatkan hipoksia jaringan
yang dapat memperburuk toksisitas digitalis.
Palpasi
nadi radikal, catat frekuensi dan keteraturan
R:
Frekuensi jantung cepat tidak teratur atau terlalu lambat dapat menunjukan
toksisitas digitalis.
Pantau
/catat irama jantung
R:
Disritmia dapat terjadi termasuk
beberapa yang mengancam hidup. PVC umum dengan kemungkinan irama bigeminal dan trigeminal.
Evaluasi
adanya edema dependen/umum, meningkatnya distensi vena jugular/refluks
hepatojugular. Auskultasi bunyi napas catat terjadinya krekels.
R: Gangguan jantung berhubungan dengan
digitalis dapat mengakibatkan toksisitas meskipun dosis obat sebelumnya
tepat.
Selidiki
perubahan sensori dan perilaku. Contohnya: bingung, gelisah, agitasi,
delirium.
R:
Dapat ditimbulkan oleh penurunan curah jantung, efek obat, atau ketidakseimbangan elektrolit. Gangguan
ini dapat menunjukan terjadinya patologi yang tidak berhubungan dengan
toksisitas obat/ ketidakseimbangan elektrolit.
Catat
adanya gejala gastrointestinal . contohnya: muntah, diare, ketidaknyamanan
oksigen.
R:
Merupakan efek toksisitas obat langsung atau menunjukan gangguan elektrolit
atau curah jantung/ fungsi organ.
Identifikasi
faktor yang dapat mengganggu absorpsi/ ekskresi obat ( contohnya penyakit
usus halus, sirosis, hipertiroid, dan penggunaan oabat tertentu).
R:
Terjadinya penurunan fungsi
ginjal/hati dan kehilangan lemak/ massa otot dapat memperlambat metabolisme
obat terutama penurunan dosis obat.
Kolaborasi
Pantau
kadar digoksin serum ( Lanoxin) atau digitoksin (crystodigin).
R:
Digoksin mempunyai rentang teraupetik sempit pada serum, dengan toksisitas
terjadi pada tingkat lebih besar dari 2,4 ng/ml. Kadar laboratorium
dievaluasi pada hubungan dengan manifestasi klinik dan EKG menentukan kadar
teraupetik individual/ resolusi toksisitas.
Pantau
pemeriksaan yang memberi dampak dari sediaan digitalis
R:
Dapat meningkatkan sensitivitas jantung terhadap digitalis.
Berikan
kalium, kalsium, dan magnesium sesuai indikasi
R: Mengembalikan elektrolit ini pada normal
untuk memperbaiki berbagai disritmia.
Berikan
antidisritmia lain dengan tepat, contoh Lidocain, propanolol dan prokanamid
R: untuk mempertahankan /memperbaiki curah
jantung.
Siapkan
pasien untuk pindah ke unit perawatan kritis sesuai indikasi
R: Pasien sering memerlukan pemantauan intensif
sampai kadar teraupetik diperbaiki.
Siapkan
pasien untuk insersi pacu jantung sementara sesuai indikasi
R: Untuk mempertahankan frekuensi jantung yang
adaekuat sampai kadar digitalis dalam rentang teraupetik.
|
|
Hari
/ Tanggal
|
No
Dx
|
Evaluasi
|
Paraf
|
23
September 2012
|
1
|
S
=
·
Klien mengaku sudah tidak sesak nafas.
O
=
·
TD = 120/80 mmHg
·
HR = 86 x/menit
·
RR = 24 x/menit
·
DOE (-)
·
PND (-)
·
Ortopnea (-)
·
SPO2 (normal)
A
= Semua keluhan sudah teratasi
P
= Tindakan keperawatan dihentikan
|
|
23
September 2012
|
2
|
S
=
·
Klien mengaku sudah tidak sesak nafas.
·
Klien mengaku sudah tidak cepat lelah.
O
=
·
TD = 120/80 mmHg
·
HR = 86 x/menit
·
RR = 24 x/menit
·
DOE (-)
·
PND (-)
·
Ortopnea (-)
A=
Semua keluhan sudah teratasi
P
= Tindakan keperawatan dihentikan
|
|
23
September 2012
|
3
|
S
=
·
Klien mengaku perut sudah tidak terasa begah lagi.
O
=
·
Odema di kaki (normal)
·
Foto toraks tidak menunjukkan adanya odema paru
A=
Semua keluhan sudah teratasi
P
= Tindakan keperawatan dihentikan
|
|
23
September 2012
|
4
|
S
=
·
Klien mengaku sudah tidak sesak nafas.
·
Klien mengaku sudah tidak cepat lelah.
O
=
·
TD = 120/80 mmHg
·
HR = 86 x/menit
·
RR = 24 x/menit
A=
Semua keluhan sudah teratasi
P
= Tindakan keperawatan dihentikan
|
|
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Edema paru (Acute Lung Oedema) merupakan
kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. Edema paru
disebabkan oleh ketidakseimbangan starling forces, perubahan permeabilitas
membran alveolar-kapiler (adult respiratory distress syndrome), insufisiensi
limfatik, dan penyebab yang tidak diketahui/ tak jelas. Edema paru dibedakan
menjadi 2 sebab kardiogenik dan non-kardiogenik. Edema Paru terjadi
ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari
pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Manifestasi klinis dari
edema paru dibagi dalam 3 kategori yakni stadium 1, stadium 2, dan stadium 3.
Diagnosa
penunjang untuk edema paru dapat diperoleh dari pemeriksaan fisik,
elektrokardiografi, pemeriksaan laboratorium, pulmonary artery catheter
(swan-ganz), ekokardiografi, dan pengukuran plasma b-type natriuretic peptide
(BNP). Untuk penatalaksaan pada pasien dengan edema paru disesuaikan dengan
gejala yang timbul.
B. Saran
Dengan dibuatnya tulisan ini,
diharapkan akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang
berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan
terutama pada pasien yang mengalami gangguan edema paru.
Namun
penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan penulisan makalah ini, dengan demikian penulisan makalah ini bisa
bermanfaat bagi penulis atau pihak lain yang membutuhkannya.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori dengan judul Sistem Kardiovaskuler I. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://sitisobariyah19.blogspot.com/2013/10/sistem-kardiovaskuler-i_8.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Siti Sobariyah - Selasa, 08 Oktober 2013
Belum ada komentar untuk "Sistem Kardiovaskuler I"
Posting Komentar