PNEUMOTHORAKS
Ruang
303
S1
KEPERAWATAN
FAKULTAS
ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2010-2011
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa kami panjatkan atas limpahan rahmat dan berkahnya yang diberikan
kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “PNEUMOTHORAKS”.
Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Sistem
Respirasi.
Terimakasih kami sampaikan kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini baik yang
terlibat secara langsung maupun yang tidak.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan yang kami miliki. Oleh karena
itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca sangat kami
harapkan agar terciptanya makalah yang lebih baik lagi.
Jakarta Selatan, Oktober 2012
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pneumothoraks
merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga
pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cidera. Pneumotoraks
didefinisikan sebagai adanya udara didalam cavum/rongga pleura. Tekanan di
rongga pleura pada orang sehat selalu negative untuk dapat mempertahankan paru
dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir
inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
TUJUAN PENULISAN
Tujuan
Umum
Diharapkan
setelah mempelajari materi ini kita dapat mengetahui mengenai penyakit pneumonia dan cara pencegahannya.
Tujuan
Khusus
Diharapkan
setelah mempelajari materi ini kita dapat mengetahui:
1. Definisi
dari pneumothoraks
2. Bagaimana
tanda dan gejala
pneumothoraks
3. Serta
mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan pneumothoraks
BAB
II
PEMBAHASAN
PNEUMOTHORAKS
·
Pneumothoraks adalah akumulasi udara
didalam rongga pleura dengan klolaps paru sekunder Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat
udara atau gas dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal rongga pleura tidak
berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap ronggathorak
ETIOLOGI
ETIOLOGI
Klasifikasi
berdasarkan penyebab pneumothoraks :
·
Pneumothorak
spontan primer ( PSP )
-
Tidak
ada riwayat penyakit paru sebelumnya
-
Tidak
ada riwayat trauma
-
Biasanya
terjadi pada umur 18-40 tahun
-
Biasanya
terjadi pada saat istirahat
·
Pneumothoraks
spontan sekunder ( PSS )
-
Karena
penyakit paru yang mendasari ( TBC, PPOK, Asma Broncial, Pneumonia, Tumor Paru,
dll ).
·
Pneumothoraks
Traumatik Latrogenik
-
Karena
komplikasi tindakan medis ( penggunaan ventilastor )
-
Aksidental
( tidak sengaja ) parasentesis dada, biopsy pleura, barotraumas, dll.
-
Artificial
(sengaja) mengisi udara pada capitas pleura.mis: pada terapi TBC
·
Pneumothoraks
Traumatik bukan Latrogenik
-
Karena
lesi kecelakaan. mis: lesi dinding dada baik terbuka maupun tertutup,
barotraumas dll.
Berdasarkan
jenis fistula :
·
Tertutup
( simple )
-
Tekanan
udara pada sisi hemothorak kontralateral kurang dari tekanan udara di cavitas
pleura kurang dari tekanan udara atmosfir.
-
Tidak
terdapat defek atau luka terbuka pada dinding dada
·
Terbuka
( open )
-
Karena
luka terbuka pada dinding dada agar udara dapat keluar lewat luka tersebut saat
inspirasi.
-
Keadaan
mediastinum: saat inspirasi normal, saat ekspirasi bergeser kedinding dada yang
terluka.
·
Tension
pneumothoraks (pneumothoraks ventil)
-
Akibat
mekanisme cek velve agar saat inspirasi udara masuk ke cavitas pleura, saat
ekspirasi udara tidak bisa keluar.
PATOFISIOLOGI
Pneumothoraks terjadi karena
mekanisme ceheck velve yaitu pada saat inspirasi udara masuk kedalam rongga
pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar.
Semakin lama udara dalam rongga pleura akan meningkat dan melebihi tekanan
atmosfir. Udara yang yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru
sehingga sering menimbulkan gagal nafas.
Tekanan dalam rongga pleura
meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat,mediastinum tergeser ke sisi yang
lebih sehat dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan. Pada foto
thoraks terlihat mediastinum terdorong kearah kontralateral dan diafraghma
tertekan ke bawah sehingga menimbulkan rasa sakit. Keadaan ini dapat mengakibatkan
fungsi pernapasan sangat terganggu, yang harus segera ditangani.
MANIFESTASI
KLINIS
Ada
dua mekanisme yang menyebabkan tidak adekuatnya suplai oksigen ke jaringan pada
pneumothoraks.
a. Paru yang mengalami pneumothoraks kolaps dan paru
sebelahnya terkompresi sehingga tidak bisa melakukan pertukaran gas secara
efektif, terjadi hipoksemia yang selanjutnya menyebabkan hipoksia.
b. Tekanan udara yang tinggi pada pneumothoraks mendesak
jantung dan pembuluh darah besar. Pendorongan vena cava superior dan inferior
menyebabkan darah yang kembali ke jantung berkurang sehingga cardiac output
juga berkurang. Akibatnya perfusi jaringan menurun dan terjadi hipoksia.
Temuan
awal:
1. Sesak napas
Akibat
penurunan fungsi paru:
Menurunnya
compliance paru yang mengalami pneumothoraks >> pertukaran udara tidak
adekuat >> hipoksemia >> hipoksia >> sesak napas serta paru
sebelahnya yang terdorong menyebabkan sesak napas. Selain itu peningkatan kerja
pernapasan : hipoksia >> takipneu >> sesak napas.
2.
Nyeri
dada
Trauma
dada >> peregangan pleura >> nyeri trauma dada >> kerusakan
jaringan >> implus nyeri pada daerah yang luka ( kulit, otot ).
3.
Takikardia
Tension
pneumothoraks >> hipoksia >> kompensasi tubuh >> sistem saraf
simpatis >> takikardia
4.
Takipneu
Tension
pneumothoraks >> hipoksia >> kompensasi tubuh >> sistem saraf
simpatis >> takipneu
5.
Perkusi
hipersonor
Akumulasi
udara dalam rongga pleura >> suara yang lebih nyaring saat
diperkusi/hipersonor ( udara merupakan penghantar gelombang suara yang baik )
6. Suara napas lemah sampai hilang
Suara
napas adalah suara yang terdengar akibat udara yang keluar masuk paru saat
bernapas. Kolaps >> pertukaran udara tidak berjalan baik >> suara
napas berkurang atau hilang
Temuan
Lanjut
1. Penurunan kesadaran
Hipoksia
yang terus berlanjut >> kurangnya suplai oksigen ke otak >>
gangguan fungsi otak >> penurunan kesadaran.
2. Trakea terdorong ( deviasi trachea )
Menjauhi
paru yang mengalami tension pneumothoraks : tension pneumothoraks >>
tekanan udara yang tinggi >> menekan ke segala arah sehingga trachea
terdorong kearah kontralateral.
3. Distensi vena leher ( bisa terjadi bila hipotensi
berat )
Tension
pneumothoraks >> penekanan vena cava superior >> tahanan darah yang
kembali ke jantung >> JVP meningkat >> vena leher terdistensi
4. Hipotensi
Tension
pneumothoraks >> penekanan jantung dan vena cava superior dan inferior
>> darah yang kembali ke jantung berkurang >> cardiac output
berkurang sehingga tekanan darah turun (
hipotensi akibat syok obstruktif )
5. Sianosis
Tension
pneumothoraks dan pertukaran udara yang tidak adekuat >> darah mengandung
sedikit oksigen >> pewarnaan yang kebiruan pada darah sehingga tampak
warna kebiruan pada kulit dan mukosa.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
a. Sinar X dada
Menyatakan
akumulasi udara atau cairan pada area pleural; dapat menunjukkan penyimpangan
struktur mediastinal
b. GDA
c. Torasentesis
Menyatakan
darah/cairan sero sanguinosa
d.
Hb
Mungkin
menurun, menunjukkan kehilangan darah
PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Diagnosis
tension pneumothorax ditegakkan secra klinis, dan terapi tidak boleh terlambat
oleh karena menunggu konfirmasi radiologis.
Anamnesis
Riwayat trauma
Mekanisme trauma
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: dada
cembung pada sisi yang sakit
Palpasi: Fremitus
turun sampai hilang
Perkusi : Hipersonor
Nyeri dada, sesak napas, cemas,
takikardia, takipneu, hipersonor pada dada yang sakit, suara napas yang mlemah
sampai menghilang
Temuan lanjut
Penurunan kesadaran, deviasi
trakea ke arah kontralateral, hipotensi, distensi vena leher, sianosis
DIAGNOSIS BANDING
KONDISI
|
PENILAIAN
|
Tension pneumothorax
|
• Deviasi Tracheal
• Distensi vena leher
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
|
Massive hemothorax
|
• ± Deviasi Tracheal
• Vena leher kolaps
• Perkusi : dullness
• Bising nafas (-)
|
Cardiac tamponade
|
• Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh dan lemah
• EKG abnormal
|
PENATALAKSANAAN
Primary survey
(ABCDE) yang dilanjutkan dengan Resusitasi fungsi vital
Penilaian keadaan penderita
dan prioritas terapi berdasrkan jenis perlukaan, tanda tanda vital, dan
mekanisme trauma. Merupakan ABC-nya trauma, dan berusaha untuk mengenali
keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu.
1.
Airway and cervical spine control
Pemeriksaan apakah ada obstruksi jalan napas yang disebabkan benda asing,
fraktur tulang wajah, atau maksila dan mandibula, faktur laring atau
trakea. Jaga jalan nafas dengan jaw thrust atau chin lift,
proteksi c-spine, bila perlu lakukan pemasangan collar neck. Pada penderita
yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan napas bersih, walaupun
demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan.
2. Breathing: gerakan
dada asimetris, trakea bergeser, vena jugularis distensi, tapi masih ada nafas
·
Needle decompression:
Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan
penaggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada
sela iga dua garis midclavicular pada hemitoraks yang terkena. Tindakan ini
akan mengubah tension pneumothorax menjadi pneumothoraks sederhana. Evaluasi
ulang selalu diperlukan. Terapi definitif selalu dibutuhkan dengan pemasangan
selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5 ( setinggi puting susu) di anterior
garis midaksilaris.Dekompresi segera pake jarum suntik tusuk pada sela iga ke
2 di midklavikula dan tutup dengan handskon biar udara lain tidak
masuk >> nanti lakukan WSD lebih lanjut setelah sampai RS
·
Prinsip dasar dekompresi jarum adalah
untuk memasukan kateter ke dalam rongga pleura, sehingga menyediakan jalur
bagia udara untuk keluar dan mengurangi tekanan yang terus bertambah. Meskipun
prosedur ini bukan tatalaksana definitif untuk tension pneumothorax,
dekompresi jarum menghentikan progresivitas dan sedikit mengembalikan fungsi
kardiopulmoner.
·
Pemberian Oksigen
3.
Circulation : (takikardia, hipotensi)
·
Kontrol perdarahan dengan
balut tekan tapi jangan terlalu rapat untuk menghindari parahnya tension pneumothoraks
·
Pemasangan IV line 2 kateter berukuran
besar (1-2 liter RL hangat 39 derajat celcius).
4.
Disability : nilai GSC daan reaksi pupil
·
Tentukan
tingkat kesadaran ketika sambil lakukan ABC
5.
Rujuk
ke rumah sakit terdekat dengan peralatan medis sesuai kebutuhan atau
yang mempunyai fasilitas bedah saat kondisi pasien sudah distabilkan.
6.
Pengelolaan selama transportasi :
·
Monitoring
tanda vital dan pulse oksimetri
·
Bantuan kardiorespirasi bila perlu
·
Pemberian darah bila perlu
·
Pemberian obat sesuai intruksi dokter >> analgesic jangan
diberikan karena bisa membiaskan simptom
·
Dokumentasi selama perjalanan
Pneumothoraks
Lakukan tube thoracostomy /
WSD (water sealed drainage, merupakan tatalaksana definitif tension
pneumothorax)
WSD >> sebagai alat diagnostic, terapik, dan follow
up >> mengevakuasi darah atau udara sehingga pengembangan paru
maksimal >> lalu lakukan monitoring
Penyulit >> perdarahan dan infeksi atau super infeksi
Teknik pemasangan :
1. Bila mungkin pasien
dalam posisi duduk/ setengah duduk/ tiduran dengan sedikit miring ke sisi yang
sehat
2. Tentukan tempat untuk pemasangan WSD. Di kanan pada sela iga
ke-7 atau ke-8.
3. Tentukan kira-kira
tebal dinding thoraks
4. Secara streril diberi
tanda pada selang WSD dari lubang terakhir sela WSD setebal dinding thoraks;
mis dengan ikatan benang
5. Cuci tempat yang akan
dipasang WSD dan sekitarnya dengan cairan antiseptic
6. Tutup dengan duk
steril
7. Daerah tempat masuk
selang WSD dan sekitarnya dianestesi local di atas tepi iga secara infiltrasi
dan blok (berkas neurovaskular)
8. Insisi kulit subkutis dan otot dada di tengah
sela iga
9. Irisan diteruskan secara tajam (tusukan) menembus
pleura
10. Dengan klem arteri lurus lubang di perlebar secara
tumpul
11. Selang WSD diklem
dengan arteri klem dan di dorong masuk ke rongga pleura dengan sedikit tekanan
12. Fiksasi selang WSD
sesuai dengan tanda tadi
13. Daerah luka
dibersihkan dan diberi salep steril agar kedap udara
14. Selang WSD disambung
dengan botol WSD steril
15. Bila mungkin pasang
penghisap kontinu dengan tekanan -24 sampai -32 cm H2O
Prinsip dasar tatalaksana
pneumotoraks adalah untuk mengevakuasi ronga pleura, menutup kebocoran, dan
mencegah atau mengurangi risiko
Pilihan terapi
·
Observasi
·
Aspirasi sederhana
·
Tube thoracostomy/WSD (Simple; Continuous suction)
·
Pleurodesis
·
Thoracoscopy
·
Operasi
KOMPLIKASI
·
Gagal napas akut (3-5%)
·
Komplikasi
tube torakostomi >> lesi pada nervus
interkostales
·
Henti jantung-paru
·
Infeksi sekunder dari penggunaan WSD
·
Kematian
·
timbul cairan intra pleura, misalnya.
- Pneumothoraks disertai efusi
pleura : eksudat, pus.
- Pneumothoraks disertai darah :
hemathotoraks.
·
syok
Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru dengan batas paru berupa garis radioopak tipis berasal dari pleura viresal.
Jika pneumothoraks luas, akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus mendorong mediastinum ke arah kontralateral. Selain itu juga iga lebih lebar.
Apabila udara terkumpul dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar maka akan mendesak mediastinum kearah paru yang sehat (kearah kontralateral)
DAFTAR PUSTAKA
·
Alagaff,
Hood, dkk. 2005. Dasar-dasar ilmu penykit paru. Surabaya : Airlangga University
Press
·
Bosswick,
John A., Jr. 1988. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC
·
Doengoes,
Marylin E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien edisi 3. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran
EGC
·
http://www.kuliah-keperawatan.co.cc/2009/04/pneumothoraks.html
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori dengan judul Sistem Respirasi. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://sitisobariyah19.blogspot.com/2013/10/sistem-respirasi.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Siti Sobariyah - Rabu, 09 Oktober 2013
Belum ada komentar untuk "Sistem Respirasi"
Posting Komentar